arzh-CNendetr

WEBLOGO2022PASKRFX

Written by admin PA Sukamara on . Hits: 25680

Etika Profesi Hakim dalam Hubungan Sosial Masyarakat

(Menurut KEPPH)

Oleh Adeng Septi Irawan, S.H.[1]

Etika Profesi Hakim 

 

  1. A.PENDAHULUAN

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. [2] Pengadilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman adalah salah satu unsur penting dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum (rechtsstaat).[3] Hanya pengadilan yang memenuhi kriteria mandiri (independen), netral (tidak berpihak), dan kompeten yang dapat menjamin pemenuhan hak asasi manusia. Oleh karena itu, posisi hakim sebagai aktor utama lembaga peradilan menjadi penting, terlebih lagi mengingat segala kewenangan yang dimilikinya. Melalui putusannya, hakim dapat mengubah, mengalihkan, atau bahkan mencabut hak dan kebebasan warga negara, dan semua itu dilakukan dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan.

Besarnya kewenangan dan tingginya tanggung jawab hakim ditunjukkan melalui putusan pengadilan yang selalu diucapkan dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini menegaskan bahwa kewajiban menegakkan keadilan tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada sesama manusia, tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Di samping itu, selain sebagai officium nobile (profesi yang mulia) jabatan hakim juga penuh resiko dan tantangan. Mulia karena ia bertujuan menciptakan ketentraman dan perdamaian di dalam masyarakat. Penuh resiko karena di dunia ia akan berhadapan dengan mereka yang tidak puas dengan keputusannya, sedangkan di akhirat diancam dengan neraka jika tidak menetapkan keputusan sesuai dengan yang seharusnya.[4]

Profesi Hakim merupakan satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dan pengembangannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarah dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional dituntut supaya memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukanan 5 (lima) kriteria nilai moral yang mendasari kepribadian profesional Hakim, diantaranya adalah: Kejujuran, Autentik, Bertanggung Jawab, Kemandirian Moral, dan Keberanian Moral.

Disini terlihat jelas bahwa seorang hakim dalam menjalankan tugasnya selain dibatasi norma hukum atau norma kesusilaan yang berlaku umum juga harus patuh pada ketentuan etika profesi yang terdapat dalam kode etik profesi. Kode etik sendiri merupakan penjabaran tingkah laku atau aturan profesi Hakim baik di dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun pergaulan dalam masyarakaat, yang harus dapat memberikan teladan dalam ketaatan hukum..

Islampun menjelaskan bahwa hakim adalah seorang yang diberi amanah untuk menegakkan keadilan dengan nama Tuhan atas sumpah yang telah diucapkan, dalam pandangan Islam adalah kalimat tauhid adalah amalan yang harus diwujudkan dalam bentuk satu kata dan satu perbuatan dengan niat lillahi ta'ala . Sehingga pada setiap putusannya benar - benar mengandung keadilan dan kebenaran

 

  1. B.PERMASALAHAN

Berdasarkan hal-hal tersebut setidaknya ada beberapa permasalahan yang perlu dibahas, yaitu:

  1. Bagaimana kondisi riil Hakim dalam hubungan sosial masyarakat (di dalam maupun di luar sidang) ?
  2. Bagaimana Etika Profesi Hakim dalam hubungan sosial masyarakat ((di dalam maupun di luar sidang) menurut Kode Etik dan pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) ?

  1. C.PEMBAHASAN

Etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). [5] Secara etimologis etika berasal dari bahawa Yunani kuno “Ethos” yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap.

Menurut Suhrawardi K. Lubis menyatakan bahwa dalam bahasa agama Islam, istilah etika ini merupakan bagian dari akhlak. Dikatakan merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak bukanlah sekedar menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan yang lahiriyah saja, akan tetapi mencakup hal-hal yang lebih luas, yaitu meliputi bidang akidah, ibadah dan syari’ah.

Etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Etika menurut Franz Magnis Suseno adalah sebuah ilmu dan buku sebuah ajaran. Etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai itu.[6]

Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa etika adalah akhlak atau kebiasaan yang menurut manusianya itu sendiri masih dalam koridor atau jalan yang benar. Atau etika adalah yang muncul secara alamiah yang timbul dari diri sendiri bukan dibuat-buat sebagai nilai dari manusia tersebut yang menentukan karakter seperti apa yang ia miliki.

Profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagainya) tertentu. [7] Profesi merupakan suatu konsep yang lebih spesifik dibandingkan dengan pekerjaan. Dengan kata lain, pekerjaan memiliki konotasi yang lebih luas daripada profesi, suatu profesi adalah pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan merupakan profesi.

Sementara itu Darji Darmodiharjo dan Sidharta mengemukakan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan dan memiliki serta memenuhi sedikitnya 5 (lima) persyaratan sebagai berikut :

  1. Memiliki landasan intelektualitas,
  2. Memiliki standar kualifikasi,
  3. Pengabdian pada masyarakat,
  4. Mendapat penghargaan di tengah masyarakat,
  5. Memiliki organisasi profesi

Sebagai pegangan dapat diutarakan pendapat yang dikemukakan oleh Dr J. Spillane SJ dalam Nilai-nilai Etis dan Kekuasaan Utopis. Suatu profesi dapat didefinisikan secara singkat sebagai jabatan seseorang kalau profesi tersebut tidak bersifat komersial, mekanis pertanian dan sebagainya. Secara tradisonal ada empat profesi, yakni; kedokteran, hukum, pendidikan dan kependetaan.

Oleh karena itu profesi menurut penulis diartikan sebagai pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencaharian yang karena sifatnya menuntut pengetahuan yang tinggi, khusus dan latihan.

Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman yakni pejabat peradilan yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Istilah pejabat membawa konsekuensi yang berat oleh karena kewenangan dan tanggungjawabnya terumuskan dalam rangkaian tugas, kewajiban, sifat, dan sikap tertentu, yaitu penegak hukum dan keadilan.[8] Hakim merupakan pelaku inti yang secara fungsional melaksanakan kekuasaan kehakiman.[9]

Hakim dalam menjalankan tugasnya selain dibatasi norma hukum atau norma kesusilaan yang berlaku umum, juga harus patuh pada ketentuan etika profesi yang terdapat dalam kode etik profesi. Kode etik sendiri merupakan penjabaran aturan tingkah laku bagi hakim baik dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun mengenai pergaulan dalam masyarakat. Namun realitanya masih cukup banyak hakim yang tidak mengindahkan aturan-aturan yang ada di dalam kode etik hakim yang telah ada. Oleh karena itu, sepertinya menarik membahas lebih lanjut mengenai kode etik profesi bagi hakim dalam hal daya ikatnya dengan hakim.

Seringkali dijumpai, dalam pergaulan selama persidangan maupun di luar persidangan Hakim tidak memperhatikan dengan benar Kode Etik dan pedoman perilaku Hakim (KEPPH), seperti terlalu mengintimidasi pihak selama persidangan, tidak adil dalam memberikan kesempatan yang sama bagi pihak ketika hendak mengajukan alat bukti selama persidangan, dan tidak bisa menjaga kewibawaan selama bersidang. Selain itu, juga di luar persidangan Hakim tampak berperilaku sombong di hadapan masyarakat, tidak memberikan teladan yang baik bagi bawahannya, dan selalu bermusuhan dengan keluarganya.

Kewajiban dan larangan bagi Hakim dijabarkan dalam 10 (sepuluh) prinsip Kode Etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH), yaitu berperilaku adil, berperilaku jujur, berperilaku arif dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati, dan bersikap profesional.[10]

Setiap Hakim Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang harus dipedomaninya dimana merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang terkandung dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), diantaranya:

  1. Etika Profesi Hakim di dalam Sidang
    1. Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang telah ditentukan dalam Hukum Acara yang berlaku, dengan memperhatikan azas-azas peradilan yang baik, yaitu:

-          Menjunjung tinggi hak seseorang untuk mendapatkan putusan (right to decision), dimana setiap orang berhak untuk mengajukan perkara dan dilarang menolak untuk mengadilinya kecuali ditentukan lain oleh Undang Undang serta Putusan harus dijatuhkan dalam waktu yang ditentukan oleh peraturan.

-          Semua pihak yang berperkara berhak atas kesempatan dan perlakuan yang sama untuk didengar, diberikan kesempatan untuk membela diri, mengajukan bukti-bukti serta memperoleh informasi dalam proses pemeriksaan (a fair hearing).

-          Putusan dijatuhkan secara obyektif tanpa dicemari oleh kepentingan pribadi atau pihak lain.

-          Putusan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan dapat dimengerti serta bersifat konsisten dengan penalaran hukum yang sistematis (reasones and argumentations of decision), dimana argumentasi tersebut harus diawasi (controleer baarheid) dan diikuti serta dapat dipertanggung-jawabkan (accountability) guna menjamin sifat keterbukaan (transparancy) dan kepastian hukum (legal certainity) dalam proses peradilan.

-          Menjunjung tinggi hak asasi manusia

  1. Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau bersimpati ataupun antipati kepada pihak-pihak yang berperkara, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.
  2. Harus bersifat sopan, tegas, dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan
  3. Harus menjaga kewibawaan dan kekhidmatan persidangan antara lain serius dalam memeriksa, dan tidak melecehkan pihak-pihak, baik dengan kata-kata maupun perbuatan.
  4. Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan.[11]

  1. Etika Profesi Hakim di luar Sidang
    1. Terhadap Sesama Rekan Hakim

-          Memelihara dan memupuk hubungan kerjasama yang baik antara sesama rekan.

-          Memiliki rasa setia kawan, tanggang rasa. dan saling menghargai antara sesama rekan.

-          Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap Korps Hakim secara wajar.

-          Menjaga nama baik dan martabat rekan, baik di dalam maupun di luar kedinasan.[12]

  1. Terhadap Pegawai

-          Harus mempunyai sifat kepemimpinan.

-          Membimbing bawahan/pegawai untuk mempertinggi pengetahuan.

-          Harus mempunyai sikap sebagai seorang Bapak/lbu yang baik.

-          Memelihara sikap kekeluargaan terhadap bawahan/ pegawai.

-          Memberi contoh kedisiplinan.

  1. Terhadap Masyarakat.

-          Menghormati dan menghargai orang lain.

-          Tidak sombong dan tidak mau menang sendiri.

-          Hidup sederhana

  1. Terhadap Keluarga/Rumah Tangga

-          Menjaga keluarga dari perbuatan-perbuatan tercela yang bertentangan dengan norma-norma hukum.

-          Menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga.

-          Menyesuaikan kehidupan rumah tangga dengan keadaan dan pandangan masyarakat

  1. D.PENUTUP
    1. 1.Kesimpulan

Seringkali dijumpai, dalam pergaulan selama persidangan maupun di luar persidangan Hakim tidak memperhatikan dengan benar Kode Etik dan pedoman perilaku Hakim (KEPPH), seperti terlalu mengintimidasi pihak selama persidangan, tidak adil dalam memberikan kesempatan yang sama bagi pihak ketika hendak mengajukan alat bukti selama persidangan, dan tidak bisa menjaga kewibawaan selama bersidang. Selain itu, juga di luar persidangan Hakim tampak berperilaku sombong di hadapan masyarakat, tidak memberikan teladan yang baik bagi bawahannya, dan selalu bermusuhan dengan keluarganya.

Setiap Hakim Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang harus dipedomaninya dimana merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) sebagai filter dalam menjalankan profesi Hakim baik di dalam maupun di luar sidang.

  1. 2.Saran

Diharapkan kepada setiap Hakim harus patuh pada ketentuan etika profesi yang terdapat dalam kode etik profesi. Kode etik sendiri merupakan penjabaran aturan tingkah laku bagi hakim baik dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun mengenai pergaulan dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Karya Tulis Ilmiah

Defi Nurfiyah. Analisis Yuridis Terhadap Tidak Diterapkannya Kewenangan Ex Officio Hakim Tentang Nafkah Selama Iddah Dalam Perkara Cerai Talak (Studi Putusan Nomor:1110/Pdt.G/2013/Pa.Mlg). Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. 2014.

Dian Yuni Mustika Ningrum. Studi Analitik Terhadap Kode Etik Dan Profesi Hakim Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2010

E.Sumaryono, Etika Profesi Hukum. Yogyakarta: Kanisius, 1995

Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2010

Suyuthi Mustofa, Wildan. Kode Etik Hakim. Jakarta: Prenada Media Group, 2013

Undang Undang dan Lainnya

https://kbbi.web.id/

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI nomor 02/PB/MA/IX/2012 - 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

 


[1] Penulis adalah Hakim Pratama Pengadilan Agama Sukamara

[2] Pasal 1 Butir 1 Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

[3] E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hal. 8

[4] Dian Yuni Mustika Ningrum.. Studi Analitik Terhadap Kode Etik Dan Profesi Hakim Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2010), hal 1

[5] https://kbbi.web.id/

[6] E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum, hal.45

[7] https://kbbi.web.id/

[8] Wildan Suyuthi Mustofa,. Kode Etik Hakim. (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), hal. 56

[9] Devi Nurfiyah. Analisis Yuridis Terhadap Tidak Diterapkannya Kewenangan Ex Officio Hakim Tentang Nafkah Selama Iddah Dalam Perkara Cerai Talak (Studi Putusan Nomor:1110/Pdt.G/2013/Pa.Mlg), (Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2014), hal. 21

[10] Pasal 4 Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI nomor 02/PB/MA/IX/2012 - 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

[11] Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. (Jakarta: Sinar Grafika, 2010) hal. 89 

[12] Ibid, hal. 118

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Sukamara

Jl. Tjilik Riwut KM. 12

Telepon      : (0532) 207 6494

SMS / WA   : 0811 5212 108

Email         : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 

Tautan Aplikasi